Kamis, 24 Juni 2010

SAYANGI ISTRI ANDA, TRUE STORY

Artikel
> based on true story
>
>
>
> My Lovely
> Mom
>
> Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah
> merenggut
> orang yang kukasihi, sering aku bertanya-tanya, bagaimana
> keadaan istri
> saya sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti
> sangat sedih
> karena sudah meninggalkan sorang suami yang tidak mampu
> mengurus rumah
> dan seorang anak yang masih begitu kecil.
> Begitulah yang kurasakan,
> karena selama ini saya merasa bahwa saya telah gagal, tidak
> bisa
> memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak saya, dan gagal
> untuk menjadi
> ayah dan ibu untuk anak saya.
> Pada suatu hari, ada urusan penting di
> tempat kerja, aku harus segera berangkat ke kantor, anak
> saya masih
> tertidur. Ohhh... aku harus menyediakan makan untuknya.
> Karena masih
> ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan.
> Setelah
> memberitahu anak saya yang masih mengantuk, kemudian aku
> bergegas
> berangkat ke tempat kerja.
> Peran ganda yang kujalani, membuat
> energiku benar-benar terkuras. Suatu hari ketika aku pulang
> kerja aku
> merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya
> sekilas aku
> memeluk dan mencium anakku, saya langsung masuk ke kamar
> tidur, dan
> melewatkan makan malam. Namun, ketika aku merebahkan badan
> ke tempat
> tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan
> kepenatan,
> tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah
> seperti cairan
> hangat!
> Aku membuka selimut dan..... di sanalah sumber
> 'masalah'nya
> ... sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang
> berantakan di
> seprai dan selimut!
> Oh...Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil
> gantungan pakaian, dan langsung menghujani anak saya yang
> sedang gembira
> bermain dengan main anny a, dengan pukulan-pukulan! Dia
> hanya menangis
> sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi
> penjelasan
> singkat: "Dad, tadi aku merasa lapar dan tidak ada
> lagi sisa nasi. Tapi
> ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku
> ingat, ayah
> pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan
> kompor gas
> tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan
> mesin air minum
> ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk
> ayah dan
> yang satu lagi untuk saya .. Karena aku takut mie'nya
> akan menjadi
> dingin, jadi aku menyimp anny a di bawah selimut supaya
> tetap hangat
> sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah
> karena aku
> sedang bermain dengan mainan saya ... Saya minta maaf
> Dad".
> Seketika,
> air mata mulai mengalir di pipiku ... tetapi, saya tidak
> ingin anak
> saya melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar
> mandi dan
> menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk
> menutupi suara
> tangis saya.
> Setelah beberapa lama, aku hampiri anak saya, memeluknya
> dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas
> pukulan
> dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur. Kemudian aku
> membersihkan
> kotoran tumpahan mie di tempat tidur.
> Ketika semuanya sudah selesai
> dan lewat tengah malam, aku melewati kamar anakku, dan
> melihat anakku
> masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi
> karena dia
> sedang melihat foto mommy yang dikasihinya.
> Satu tahun berlalu sejak
> kejadian itu, saya mencoba, dalam periode ini, untuk
> memusatkan
> perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah dan
> juga kasih
> sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya.
> Tanpa
> terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan lulus
> dari Taman
> Kanak-kanak.
> Untungnya, insiden yang terjadi tidak meninggalkan
> kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa
> dengan
> bahagia.
> Namun... belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya
> benar-benar menyesal....
> Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan
> memberitahukan bahwa anak saya absen dari sekolah. Aku
> pulang kerumah
> lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan.
> Tapi ia tidak
> ada dirumah, aku pergi mencari di sekitar rumah kami,
> memangil-manggil
> namanya dan akhirnya menemukan dirinya di sebuah toko alat
> tulis, sedang
> bermain komputer game dengan gembira. Aku marah,
> membawanya pulang
> dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja
> lalu mengatakan,
> "Aku minta maaf, Dad".
> Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata
> ia absen dari acara "pertunjukan bakat" yang
> diadakan oleh sekolah,
> karena yg diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah
> alasan
> ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu......
> Beberapa hari
> setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke
> rumah
> memberitahu saya, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara
> membaca dan
> menulis.
> Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di
> kamarnya untuk berlatih menulis, yang saya yakin, jika
> istri saya masih
> ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia
> membuat saya
> bangga juga!
> Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah
> lewat. Saat ini musim dingin, dan hari Natal telah tiba.
> Semangat Natal
> ada dimana-mana juga di hati setiap orang yg lalu lalang...
> Lagu-lagu
> Natal terdengar diseluruh pelosok jalan .... tapi astaga,
> anakku membuat
> masalah lagi.
> Ketika aku sedang menyelasaikan pekerjaan di hari-hari
> terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon. Karena
> pengiriman surat
> sedang mengalami puncaknya, tukang pos juga sedang
> sibuk-sibuknya,
> suasana hati mereka pun jadi kurang bagus.
> Mereka menelpon saya
> dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anak saya telah
> mengirim
> beberapa surat tanpa alamat. Walaupun saya sudah berjanji
> untuk tidak
> pernah memukul anak saya lagi, tetapi saya tidak bisa
> menahan diri untuk
> tidak memukulnya lagi, karena saya merasa bahwa anak ini
> sudah
> benar-benar keterlaluan. .
> Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia
> meminta maaf : "Maaf, Dad". Tidak ada tambahan
> satu kata pun untuk
> menjelaskan alasannya melakukan itu.
> Setelah itu saya pergi ke kantor
> pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut lalu
> pulang.
> Sesampai di rumah, dengan marah saya mendorong anak saya ke
> sudut
> mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini? Apa
> yang ada
> dikepalanya?
> Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah :
> "Surat-surat itu untuk
> mommy.....".
> Tiba-tiba mataku berkaca-kaca.
> .... tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus
> bertanya kepadanya:
> "Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat
> pada waktu yg
> sama?"
> Jawaban anakku itu : "Aku telah menulis surat buat
> mommy untuk
> waktu yang lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak
> pos itu,
> terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan
> surat-suratku.
> Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku
> bisa mencapai
> kotak itu dan aku mengirimkannya sekaligus".
> Setelah mendengar
> penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku bingung,
> tidak tahu apa
> yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku katakan
> ....
> Aku
> bilang pada anakku, "Nak, mommy sudah berada di surga,
> jadi untuk
> selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk
> mommy, cukup
> dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai
> kepada mommy".
> Setelah
> mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera
> setelah itu, ia
> bisa tidur dengan nyenyak.
> Saya berjanji akan membakar surat-surat
> atas namanya, jadi saya membawa surat-surat tersebut ke
> luar, tapi....
> saya jadi penasaran untuk tidak membuka surat tersebut
> sebelum mereka
> berubah menjadi abu.
> Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat
> hati saya hancur......
> 'Mommy sayang',
> Saya sangat merindukanmu!
> Hari ini, ada sebuah acara 'Pertunjukan Bakat' di
> sekolah, dan
> mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut..
> Tapi kamu
> tidak ada, jadi saya tidak ingin menghadirinya juga. Aku
> tidak
> memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan
> mulai
> menangis dan merindukanmu lagi.
> Saat itu untuk menyembunyikan
> kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain
> game di salah
> satu toko. Ayah keliling-keliling mencari saya, setelah
> menemukanku ayah
> marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi
> aku tidak
> menceritakan alasan yang sebenarnya.
> Mommy, setiap hari saya melihat
> ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia
> begitu sedih dan
> sering bersembunyi dan menangis di kamarnya.
> Saya pikir kita berdua
> amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua,
> saya rasa.
> Tapi mom, aku mulai melupakan wajahmu. Bisakah mommy muncul
> dalam
> mimpiku sehingga saya dapat melihat wajahmu dan ingat anda?
> Temanku
> bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu
> rindukan, maka kamu
> akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi mommy,
> mengapa engkau
> tak pernah muncul?
> Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa
> berhenti karena saya tidak pernah bisa menggantikan
> kesenjangan yang tak
> dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istri saya
> ....
> Untuk
> para suami, yang telah dianugerahi seorang istri yang baik,
> yang penuh
> kasih terhadap anak-anakmu selalu berterima-kasihlah setiap
> hari
> padanya.
> Dia telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani
> hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan selalu
> setia
> menunggumu, menjaga dan menyayangi dirimu dan anak-anakmu.
> Hargailah
> keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang
> hidupmu dengan
> segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila engkau
> telah
> kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yg
> bisa
> menggantikan posisinya.
> PEACE & LOVE
>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar